Thursday, May 16, 2013

Catatan Atas Problematika Pendidikan di Indonesia

Bangsa Indonseia sejak merdeka hingga sekarang terus mengalami model kepemimpinan, diantaranya orde lama, orde baru, era reformasi dan orde sekarang, yang banyak pemerhati menyebutnya sebagai era transisi menuju demokrasi. Tentunya sedikit banyak, setiap orde telah memberikan kontribusi dan membantu menentukan corak pendidikan saat ini. Pada dasarnya semua itu didapati beberapa factor penyebabnya, selain ada faktor internal juga ada faktor eksternal. Melihat kondisi internal pendidikan di Indonesia, di antaranya bagaimana terjadinya relaasi kekuasaan dan orientasi pendidikan, aspek kurikulum, pendekatan atau metodologi pembelajaran yang dipakai, profesionalitas SDM, biaya pendidikan serta lingkungan pendidikan. Kesemua itu diantaranya beberapa faktor internal yang mempengaruhi kondisi pendidikan di Indonesia.

Relasi kekuasaan dan orientasi pendidikan, yang mana terminology pendidikan itu tentunya memiliki wajah dan bentuk. Ada pendidikan formal, informal dan nonformal, adapula pendidikan akademis dan profesionalis, ada juga pendidikan negeri dan swasta. Ditambah lagi nama-nama pendidikan menurut nama-nama program studi yang terus berkembang secara cepat tanpa batas. Namun demikian, tujuan pendidikan pada dasarnya tetap satu, yaitu memanusiakan manusia atau mengangkat harkat dan martabat manusia, yakni mengangkat manusia menjadi pemimpin di muka bumi ini (khalifah fil ardhi) yang mengemban tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan(1). Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sungguh dan sangat ideal, bahkan lantaran terlalu idealnya, tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik.

Pada era sekarang ini orientasi pendidikan yang idela tersebut menjadi tidak menentu dan kabur kehilangan orientasi mengingat munculnya tuntutan pola kehidupan pragmatis dalam masyarakat Indonesia. Patut dikritisi bahwa globalisasi tidak semata mendatangkan efek positif, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang disebabkan olehnya menjadikan terjadinya disorientasi pendidikan. Pendidikan cenderung berpihak pada kebutuhan pragmatis atau kebutuhan pasar, lapangan kerja, sehingga ruh pendidikan sebagai pondasi budaya, moralitas dan sosial movement (gerakan sosial) menjadi hilang.

Karena kepentingan itu, mengejar kelulusan adalah sebuah keniscayaan sehingga pelaku pendidikan pun tidak sungkan-sungkan melakukan kolusi, antara siswa dengan guru, maupun dengan oknum pendidikan lainnya. Pada akhirnya pendidikan hanya mengejar hasil (produk) dan secara instan akan muncul program-program baru akibat tuntutan pragmatis tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi pendidikan semacam ini adalah semakin jelas mengesampingkan aspek proses, nilai-nilai dan aspek sosial(2).

Pada aspek politik pendidikan, pendidikan diorientasikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu, seperti kepentinganideologi tertentu ataupun kepentingan politik dalam rangka mempertahankan status quo. Misalnya sebagaimana ketika Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan situasi politik, sosial, dan pendidikan (1959-1966) di mana bangsa Indonesia di bawah gelora manipol (manifesto politik) USDEK (UUD 1945, sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia), Manipol-USDEK ini telah menjadi “Dewa” dalam kehidupan politik di Indonesia dan juga “Dewa” dalam kehidupan lainnya seperti aspek pendidikan(3).

Contoh lagi pada masa orde baru, pendidikan dijadikan sebagai alat kekuasaan. Masyarakat luas sudah merasakan dan menyadari kondisi bangsa Indonesia di bawah rezim Orde Baru. Dengan munculnya reformasi Mei 1998, kebobrokan dan kepentingan terselubung di bawah Orba mulai terungkap semua. Pendidikan Nasional pada masa Prba selama 32 tahun telah diabdikan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pelanggengan kekuasaan (mempertahankan satatus quo)(4). Dengan demikian tujuan pendidikan kemudian direduksi menjadi pragmatis antara siap pakai dan tidak siap pakai, sehingga menghilangkan esensi dari pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan pun menjadi ajang untuk melakukan indoktrinasi kepada masyarakat sehingga selama Orba yang ada bukan pendidikan, melainkan setiaji, penataran atau indoktrinasi ideologi.

Sehingga sangat disayangkan, ketika pendidikan yang merupakan modal dasar kehidupan bagi umat manusia, ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pendidikan semestinya ditujukan untuk kepentingan transformasi sosial dalam membentuk masyarakat yang adil dan makmur, akan tetapi malah dijadikan sebagai media untuk kepentingan politiktertentu.

Rekomendasi; orientasi pendidikan harus dikembalikan dan diarahkan kembali pada hakekat pendidikan yang sebenarnya, karena dalam konstalasi global ini, dunia pendidikan tidak dapat menutup diri dari kemungkinan terjadinya kontekstualisasi terhadap perkembangan zaman yang ada supaya pendidikan menjadi problem solver atas persoalan zaman.


Daftar rujukan:
(1) Mastuhu.2003.Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21.Yogyakarta: Safiria Insania Press & MSI UII Hlm. 151-152
(2) Lihat, “Melulu Mengejar Angka, Memerosotkan Pendidikan”, Kompas, 02/05/2002. “Sekolah Indonesia Mengejar Target Kelulusan”, Kompas, 22/04/2002
(3) Ary H, Gunawan.1986.Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia.Jakarta: Bina Aksara Hlm. 49
(4) Darmningtyas.1999.Pendidikan Pada dan Setelah Krisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hlm.126
(all) Rembangy, Musthofa, M.SI. 2010. Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi. Yogyakarta: Teras Hlm. 19-24
READ MORE - Catatan Atas Problematika Pendidikan di Indonesia

LINK EXCHANGE

Bertukar link atau banner merupakan suatu hal yang sangat menyenangkan,dengan media bertukar link para blogger bisa saling mengenal, suatu hal yang mengembirakan bisa berteman walau hanya di dunia maya. Toh dunia ini tidak sempit, jikalau, bila mana, andai kata kita bertemu disuatu tempat pasti bisa lebih akrab.


Mau Tukar Link? Copy/paste code HTML berikut ke blog anda
PMII KOM_STAINTA
READ MORE - LINK EXCHANGE

Multi Level Strategi Gerakan PMII

Sebagai organ pengkaderan, kita terus berupaya mencari konsep pengkaderan terbaik di PMII, baik dalam prespektif lokal (locus at campus) maupun cabang hingga nasional. Untuk itu kita butuh membaca berbagai kondisi objektif saat ini, melakukan otokritik dan adaptasi. Untuk menata ruang konsep kaderisasi tersebut, sebetulnya kita butuh dealektika panjang proses kesejarahan dan perumusan cita dan penyamaan visi. Untuk menguatkan pentingnya menata ruang konsep kaderisasi yang dapat dipahami bersama itu saya mengutip apa yang pernah disampaikan K.H. Hasyim Asy’ari* :

“Siapa yang melihat pada cermin sejarah, membuka lembaran yang tidak sedikit dari ikhwal bangsa-bangsa dan pasang surut zaman, serta apa saja yang terjadi pada mereka hingga pada saat kepunahannya, akan mengetahui bahwa kekayaan yang pernah mereka sandang dan kemuliaan yang pernah menjadi hiasan mereka, tidak lain adalah berkat apa yang secara kukuh mereka pegang, yaitu mereka bersatu dalam cita-cita, seia sekata, searah setujuan, dan pikiran-pikiran mereka seiring”

Begitupun saat kita melihat historis Komisariat PMII STAIN Tulungagung. Terbayang oleh kita komisariat pernah mengalami kebesarannya, membangun rayon demi rayon hingga mencapai enam rayon (tahun 2012-2013). Bukankah ini sejarah yang butuh waktu untuk kita pahami, bagaimana para pendahulu membangunnya?

Untuk itu saya berpendapat bagaimana pentingnya menyatukan serpihan pikiran untuk menyamakan persepsi, visi dan cita PMII dalam satu rumah besar yaitu PMII itu sendiri. Ibaratkan rumah, PMII yang merupakan sebuah rumah yang begitu megah, besar, mewah, luas yang di dalamnya terdapat beberapa ruangan dan kamar-kamar. Dan begitulah menjadi suatu kewajaran bila banyak model dan perbedaan tersendiri diantara kamar satu dengan kamar yang lainnya, namun kabar baiknya itu masih serumah.

Dalam buku Multi Level Strategi Gerakan PMII menyebutkan ada lima argument mengapa harus ada pengkaderan. Pertama sebagai pewarisan nilai-nilai (argumentasi idealis), kedua pemberdayaan anggota (argumentasi strategis), ketiga memperbanyak anggota (argumnetasi praktis), keempat persaingan antar kelompok (argumentasi pragmatis) dan yang kelima sebagai mandate organisasi (argumnetasi administrative)**.

Secara filosofis, pengkaderan PMII hendak mencipta manusia merdeka (independent)***. Sementara proses pengkaderan itu menuju pada satu titik, yakni mencipta manusia Ulul Albab. Pengertian sederhananya adalah manusia yang peka terhadap kenyataan, mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah, giat membaca tanda-tanda alam yang kesemuanya dilakukan dalam rangka berdzikir kepada Allah SWT, berfikir dari berbagai peristiwa alam, sejarah masyarakat, serta firman-firman-Nya. Pengertian Ulul Albab ini disarikan dalam motto dizkir, fikr, amal sholeh****.

Sejak PMII didirikan pada tahun 1960, proses kaderisasi selalu sejalan dengan dinamika kemahasiswaan yang telah mengalami banyak perubahan. Era pra-1998 (baca: pra reformasi) misalnya mensyaratkan gerakan dalam strategi gerakan eksparlementer. Setelah itu, muncul banyak gagasan, pro dan kontra, masihkah kita tetap menggunakan strategi pada gerakan jalanan, atau kembali ke kampus.Strategi praksiologis pengkaderan dengan optimalisasi gerakan eksparlementer mensuguhkan progresifitas, militansi dan radikalisasi massa yang tinggi. Strategi ini melahirkan kader-kader yang tangguh dalam mental dan kemampuan melakukan mobilisasi massa, mendengungkan propaganda perlawanan dan membangkitkan semangat aksi turun jalan. Tirani kekuasaan sangat absolut, mencengkram semua sektor kehidupan. Satu-satunya jalan: turun jalan!

Sebaliknya, gerakan kembali ke kampus menyuguhkan strategi kaderisasi yang berbeda. Penguasaan materi fakultatif dengan disiplin ilmu sesuai dengan jurusannya menuntut kedisiplinan yang tidak kalah sulit. Apalagi proses sehari-hari mahasiswa akademis fakultatif rawan menyuguhkan dramatologi kontradiktif: terlalu asyik mengejar nilai akademis dan melupakan tanggungjawabnya sebagai agent of change dan agent of control. Tanpa disadari aktifitas akademis tersebut membuat kita lupa diri bahwa keilmuan kita sangat ditunggu rakyat keseluruhan dalam mewujudkan tatanan kehidupan berkeadilan sosial dan kesejahteraan rakyat yang merata.

Tidak mudah memang menempa diri dalam kualitas akademis dengan menjaga semangat progressifitas terhadap kehidupan organisasi. Tuntutan demikian mengacu pada dinamika kehidupan nasional kita disuguhkan pada usaha percepatan kemajuan semua sektor, bukan hanya politik (baca: demokrasi). Jika PMII hanya berkutat pada kaderisasi aktor politik, lantas dimana tanggungjawab pengembangan IPTEK, Kedokteran, Perencanaan Pembangunan dan berbagai kajian keilmuan pada proses pengabdian dan percepatan kesejahteraan sosial rakyat yang merata?

PMII mempunyai tanggungjawab yang belum terjawab terkait kaderisasi dalam ranah profesionalitas ini. Strategi kaderisasi yang masih tunggal dan general pada politik kampus menjadi oto kritik kita. PMII masih terasa sulit beraktualisasi diri dalam organ-organ profesional seperti kelompok akuntan, para tehnokrat, enterpreneur, para tenaga sosial medis, dan lain sebagainya. Karena itu semestinya memang semua aplikasi keilmuan akademis kita diarahkan pada pemenuhan tanggunjawab sosial. Kader PMII tida hanya disiapkan sebagai calon pemimpin dalam ranah politik dan kekuasaan, tetapi juga mampu mengaktualkan manfaat sebesar-besarnya atas keilmuan akademisnya pada kepentingan rakyat. Sejauh ini kajian tentang tanggungjawab mahasiswa pertanian, mahasiswa psikologi atau mahasiswa teknik dan sains (misalnya) pada proses kesejahteraan rakyat masih jarang dibahas.

Keberadaan aktor akademis fakultatif mampu menjadi daya tarik tersendiri di hadapan mahasiswa-mahasiswa lain. Gambaran ini benar adanya, dengan saya tambahkan catatan: syaratnya mereka mampu melakukan kinerja intelektual organik*****. Mereka cerdas dalam akademis fakultatif tidak semata untuk isi otaknya sendiri. Aktor ini menarik jika secara aktif pula melakukan kinerja intelektual organik akademis, membangun kelompok belajar atau diskusi, menjadi mitra dosen pada proses pembelajaran, dan tetap mempunyai kepercayaan diri dengan berani “membusungkan dada” ke-PMII-an. Tetap kritis namun juga bisa melakukan perilaku kooperatif. Istilah ini yang kemudian dikenal di PMII dengan sebutan kritis transformatif. Bukankah ini paradigma gerakan kita.

Keberadaan mahasiswa akademis fakultatif ini juga menjadi salah satu jawaban dari banyaknya penolakan umum mahasiswa yang anti terhadap gerakan aksi turun jalan. Jika gerakan ekstraparlementer ini banyak ditolak oleh mahasiswa secara konseptual, mengapa kita tidak mencari alternatif gerakan yang juga tidak kalah mulianya? Bukankah belajar dengan kesungguhan, berbagi ilmu dan membangun tradisi pengetahuan adalah sunnah rosul, dimana gusti kanjeng nabi kita juga aktif melakukan kerja-kerja penggalian khazanah keilmuan hingga melahirkan adigium zaman pendobrak jahiliah menuju tatanan yang Islami?

Tentu saja saya tidak bermaksud mengatakan bahwa PMII selama ini tidak melakukan kegiatan transformasi ilmu dan membangun tradisi pengetahuan. Tidak dapat dipugkiri lagi bahwa PMII telah memberikan segudang transformasi knowladge yang menyadarkan kita pada eksistensi manusia di tengah kehidupan sosial dengan aneka ragam pengalaman organisatoris yang tiada tara nilainya. PMII telah mendidik kita pada pembentukan karakter kader yang militan, pantang menyerah, konsisten dan bertanggungjawab. Akan tetapi point yang ingin saya suguhkan adalah penguatan membangun tradisi pengetahuan ini dalam sebuah strategi strategi kaderisasi di PMII, khususnya PMII STAIN Tulungagung dan di Indonesia pada umumnya.


*           Dalam buku “Multi Level Strategi Gerakan PMII” halaman v, PB. PMII 2006
**         Ibid. hal. 32
***       Ibid, baca “Profil Kader PMII, Orietasi dan Filosofi”, hal. 34
****     Ibid, baca Profil Kader Ulul Albab, hal. 34
***** ISTILAH intelektual organik merupakan sebutan bagi intelektual-akademisi yang mendedikasikan proses pembelajarannya sebagai upaya membuka ruang atas terjadinya gap antara teori dan praktik. Bagi mereka, tidak cukup peran intelektual jika hanya diapresiasikan lewat buku semata. Sebaliknya, lebih dari itu, perannya bagi pemberdayaan masyarakat adalah satu kewajiban yang mutlak. Istilah intelektual organic ini diperkenalkan oleh Antonio Gramschi



READ MORE - Multi Level Strategi Gerakan PMII
Wednesday, May 15, 2013

Siapa Anda?

Siapapun anda, pasti pernah mengalami perasaan sedih, kecewa, tertekan, marah dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Sadar atau tidak, segala perasaan negatif tersebut hadir karena kenyataan tidak sesuai dengan keinginan. Ketika pasangan anda melakukan perbuatan yang tidak sesuai keinginan, anda akan sedih dan kecewa. Manakala beban hidup begitu menghimpit tak selaras dengan keinginan, anda akan tertekan dan marah pada keadaan. Sebagai manusia, wajar anda didera oleh perasaan-perasaan negatif tersebut. Namun sebagai makhluk berakal budi, menjadi tidak wajar ketika perasaan-perasaan negatif tersebut hadir berkepanjangan serta mulai merusak diri dan lingkungan sekitar. Disinilah anda perlu memberdayakan akal budi, menganalisa diri agar tidak dirusak oleh diri anda sendiri.

Keinginan seseorang itu bersumber dari apa yang dimiliki, pengalaman masa lalu serta pengaruh dari apa-apa yang didengar dan dilihat. Karena merasa memiliki seseorang, maka si Cukong Berjidat Licin menginginkan orang tersebut tunduk-patuh-taat sesuai kehendaknya. Si Pejabat Berkantung Tebal sebagai seorang pejabat yang biasa mendapatkan pelayanan VIP akan berkeinginan selalu mendapatkan pelayanan yang sama setiap saat. Si Jenggot Kambing yang terbiasa mendengar dan melihat junjungannya dipuja-puja dengan cara tersendiri, tentu menginginkan orang lain melakukan hal yang sama. Ketika keinginan si Cukong Berjidat Licin, Pejabat Berkantung tebal dan Jenggot Kambing tersebut tidak terpenuhi, maka kan sedih, kecewa, tertekan dan marahlah mereka semua.

Kebanyakan orang memberdayakan akal budinya untuk mengusir perasaan-perasaan negatif tersebut dengan mencoba memahami mengapa orang lain tidak berpikir dan bertindak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka berupaya menempatkan diri di posisi orang tersebut, lalu melakukan affirmasi seperti,”Oh, dia bertingkah tidak sesuai dengan kehendakku kali ini karena sedang banyak masalah”. Padahal mereka tak kan pernah memahami seseorang seutuhnya dengan bercermin kepada diri mereka sendiri, karena apa yang dimiliki, pengalaman masa lalu serta apa-apa yang didengar dan dilihat oleh orang lain berbeda dengan diri mereka.

Dalam beberapa waktu mungkin afirmasi itu sanggup menenangkan diri dan apalagi ketika orang lain tersebut kembali berprilaku sesuai dengan keinginan mereka. Akan tetapi tatkala orang lain tersebut kembali bertingkah tak sesuai keinginan, maka perasaan-perasan negatif kembali hadir di diri mereka. Mengingat dalam kehidupan ini mereka tak hanya berhubungan dengan satu atau dua orang, maka kan penuhlah ruang sadar mereka dengan siklus antara perasaan-perasaan negatif dan menenangkan diri dengan mencoba memahami orang-orang lain. Maka yang akan terjadi, perasaan-perasaan negatif yang senantiasa hadir di ruang sadar tersebut akan terbenam ke dalam ruang bawah sadar dan tak sadar, lalu menjadi bagian yang sulit dibebaskan dari diri dan mengejawantah menjadi perilaku negatif tanpa disadari. Mengapa? Karena mereka mereka berupaya menganalisa orang lain, bukan MENGANALISA DIRI!

Analisalah diri anda sendiri berkaitan dengan perasaan-perasaan negatif. Bila si Cukong Berjidat Licin menyadari bahwa sumber kesedihan sesungguhnya bukanlah dari prilaku seseorang yang dirasa dimilikinya melainkan berasal dari rasa kepemilikan itu sendiri, maka kesadaran itu perlahan akan mengikis rasa kepemilikan tersebut, dengan mengenalnya berulang-ulang hingga mungkin saja habis. Ketika si Pejabat Berkantung Tebal mempelajari bahwa saat dirinya bukan pejabat, ia dapat menerima pelayanan apapun tanpa kecewa, maka ia akan menyadari bahwa sesungguhnya karena merasa pejabat ia kecewa. Dan ia akan berupaya merendahkan hati dan menanggalkan tempelan pejabatnya secara batiniah sehingga dapat menerima segala pelayanan apa adanya dan terhindar dari kekecewaan. Tatkala si Jenggot Kambing merenung bahwa sebelum dirinya mendengar dan melihat pemujaan terhadap junjungannya dengan cara tertentu, dia tak pernah merasa tertekan atau marah ketika orang lain tidak memuja seperti dirinya, maka ia akan menyadari bahwa pemujaanlah sumber rasa tertekan dan amarah sehingga akan berupaya mengikis kelekatan terhadap cara pemujaan tersebut.

Dengan menganalisa diri terus menerus perlahan anda akan menyadari bahwa segala perasaan negatif tersebut sebenarnya bersumber dari diri anda sendiri. Kenyataan-kenyataan di luar diri hanyalah pemicu sehingga diri menghadirkan perasaan-perasaan negatif tersebut, sebagaimana juga hadirnya perasaan-perasaan positif seperti gembira, bahagia, nyaman, dan lain sebagainya ketika kenyataan sesuai atau bahkan melebihi keinginan. Sekali lagi, sebagai manusia, wajar anda didera oleh perasaan-perasaan negatif tersebut. Namun sebagai makhluk berakal budi, menjadi tidak wajar ketika perasaan-perasaan negatif hadir berkepanjangan serta mulai merusak diri dan lingkungan sekitar anda. Maka analisalah diri, dengan itu anda akan semakin mengenal diri anda melalui perasaan-perasaan yang timbul dan tenggelam.

Dengan menganalisa diri, anda akan menyadari bahwa sesungguhnya perasaan-perasaan adalah cara diri sejati memperkenalkan dirinya. Dengan memberdayakan akal budi untuk senantiasa mengenal dan memahami perasaan-perasaan yang hadir, maka secara perlahan terjadilah penyatuan antara akal budi dengan sumber segala perasaan tersebut. Ketika penyatuan ini terjadi, maka hadirlah suatu rasa yang tak terjelaskan, membimbing hidup anda serasi dan selaras dengan kidung semesta. Benarkah? Well, tak ada ruginya untuk mencoba, bukan?

Ada 13 Pertanyaan yang harus Anda jawab sejujurnya untuk lebih mengenal siapa diri Anda;
  1. Tuliskan semua ketidakpuasan anda mengenai kehidupan anda saat ini
  2. Kehidupan macam apa yang anda inginkan?
  3. Apakah motif utama anda dalam menjalani bisnis atau pekerjaan saat ini?
  4. Apakah tujuan/impian yang ingin anda capai dalam 5 tahun mendatang
  5. Tujuan/impian apa yang masih belum tercapai? Kenapa?
  6. Apa yang bisa membuat anda benar-benar bahagia?
  7. Berapa banyak uang dan harta benda yang ingin anda kumpulkan setelah 10 tahun?
  8. Jika anda ingin sukses, siapa yang dapat membantu anda?
  9. Tulis halangan-halangan yang mungkin menghalangi pencapaian tujuan/impian anda?
  10. Demi mencapai tujuan/impian, apa yang harus anda ubah secepat mungkin? Mengapa?
  11. Mengapa anda masih belum sukses?
  12. Apakah semua perbuatan yang anda lakukan siap anda pertanggungjawabkan di kehidupan setelah dunia kelak?
  13. Seandainya hidup anda tinggal 1 tahun, apa yang akan anda lakukan?

dari sebuah sumber; Meraih Sukses sejati.ppt
READ MORE - Siapa Anda?
Tuesday, May 14, 2013

Visi-Misi Kehidupan

Apa misi Sahabat/i? Sahabat/i harus punya misi yang lebih mulia dalam kehidupan ini agar dapat  lebih bergairah, misalnya PMII, PMII mempunyai misi apa? Untuk apa sebenarnya misi tersebut? Rata-rata misi manusia adalah berjuang. Kalau ada seseorang mengatakan misi hidupnya adalah menikmati dan mengembangkan karunia Tuhan dengan cara membuat tantangan menjadi simple, fun dan valuable untuk dirinya sendiri, keluarga, orang banyak dan untuk Tuhan. Jadi Sahabat/i harus mulai masukkan peran kalian, apa yang harus kalian lakukan dan karakter yang kalian mau, sehingga misi yang kalian kejar menjadi lebih mulia.

Selanjutnya, apa yang Sahabat/i kejar? Ada sebuah cerita dari Kota Solo. Kota Solo tengah mendapatkan piala Adipura hampir ke-delapan kalinya. Suatu ketika Si A sedang berjalan di Kota Solo dan menjumpai seseorang yang sedang membersihkan Kota Solo, lalu Si A bertanya pada seseorang yang sedang membersihkan Kota Solo itu, "sedang apa?". Orangnya melotot karena mungkin dia berpikir yang bertanya bodoh, tapi nyatanya tidak karena mereka punya misi, “Saya sedang mempertahankan piala Adipura Kencana untuk yang kedelapan kalinya, pasti dapat, dan Anda harus tahu Adipura 1 sampai 7 itu yang punya andil adalah saya". Nah, jika Sahabat/i saat bangun tidur berkata misi saya adalah menyukseskan bangsa, dan saya ingin calon presiden nanti adalah saya,  maka hidup Anda akan bergairah dengan mencamkan kuat-kuat misi hidup seperti itu.

Lalu bagaimana dengan visi Sahabat/ida? Visi adalah goal Anda, tujuan hidup dan sudahkah Anda membuat goal dalam kehidupan? Rata-rata orang mempunyai standar kehidupan di luar “kosong.” Pakai dasi tapi cuma berpenghasilan 1 juta, apakah itu standar kehidupan? Sedangkan seorang pedagang bakso bisa mendapatkan untung 10 juta. Sekali lagi Kalian harus punya goal yang terukur, positif dan tertulis. Kebiasaan manusia dibentuk dari apa yang kita pikirkan dan yang kita ucapkan timbul dari apa yang kita rasakan, yang kita ucapkan timbul menjadi tindakan yang akhirnya menjadi kebiasaan dan kemudian jadi nasib.

Sekiranya itu santapan ringan hari ini, camkan kuat misi Kalian dan buatlah goal dalam tujuan hidup Kalian. Salam Pergerakan!



Sumber1, Sumber2, Sumber3, Sumber4
dan
http://www.updaterus.com/article/moneyandcareer/ pentingnya-membuat-visi-misi-dalam-hidup/



READ MORE - Visi-Misi Kehidupan